lombokprime.com – Generasi Z seringkali dicap enggan “kerja keras” dan lebih memilih mencari keseimbangan hidup, namun benarkah demikian atau justru mereka punya definisi baru tentang produktivitas yang jauh lebih relevan di era modern ini? Anggapan bahwa Gen Z malas atau kurang berdedikasi mungkin perlu kita telaah ulang. Seiring dengan perubahan dunia kerja yang begitu cepat, mungkin saja cara pandang mereka terhadap pekerjaan dan produktivitas adalah adaptasi cerdas, bukan kemalasan. Mari kita selami lebih dalam mengapa mereka berprinsip demikian dan pelajaran apa yang bisa kita ambil.
Apakah Anda pernah merasa terjebak dalam siklus kerja tanpa henti, mengejar target yang seolah tak ada ujungnya, dan merasa lelah secara fisik maupun mental? Jika ya, mungkin Anda bisa belajar banyak dari sudut pandang Gen Z. Mereka bukan anti-kerja keras, melainkan lebih selektif dalam menginvestasikan waktu dan energi. Mereka peduli dengan makna, dampak, dan kualitas hidup.
Membongkar Mitos “Kerja Keras” Ala Ortu dan Gen Z
Selama ini, budaya “kerja keras” seringkali diartikan sebagai jam kerja panjang, lembur tak kenal waktu, dan mengorbankan segalanya demi pekerjaan. Kita tumbuh dengan narasi bahwa semakin banyak jam yang kita habiskan di kantor, semakin sukses kita. Namun, apakah definisi ini masih relevan?
Generasi Z, yang lahir di tengah gempuran teknologi dan informasi, melihat dunia secara berbeda. Mereka menyaksikan bagaimana generasi sebelumnya terbakar habis (burnout) karena tuntutan kerja yang tak masuk akal. Mereka melihat dampak negatif stres, kurangnya tidur, dan hilangnya waktu berkualitas bersama keluarga atau untuk diri sendiri. Pengalaman ini membentuk pandangan mereka tentang apa itu produktivitas sejati. Mereka percaya bahwa produktivitas bukan sekadar kuantitas waktu yang dihabiskan, melainkan kualitas hasil, efisiensi, dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Mereka menyadari bahwa bekerja hingga larut malam setiap hari belum tentu menghasilkan output terbaik. Justru, kondisi kelelahan bisa menurunkan kualitas pekerjaan dan memicu berbagai masalah kesehatan. Bagi Gen Z, “kerja keras” adalah kerja yang cerdas, terarah, dan memberikan dampak positif, tanpa harus mengorbankan kesehatan mental dan fisik mereka. Mereka adalah generasi yang sangat vokal mengenai pentingnya work-life balance dan well-being, bukan sebagai kemewahan, melainkan sebagai kebutuhan dasar.
Produktivitas Bukan Hanya Soal Jam Terbang
Pernahkah Anda melihat seorang kolega yang duduk di meja kerja sampai malam, tapi hasil kerjanya biasa saja? Atau justru ada yang pulang tepat waktu, namun hasil kerjanya luar biasa? Ini adalah esensi dari perbedaan pandangan tentang produktivitas. Gen Z cenderung memahami bahwa produktivitas bukan diukur dari berapa lama Anda berada di kantor, melainkan seberapa efektif Anda menggunakan waktu tersebut.
Mereka cenderung lebih fokus pada hasil, bukan pada proses yang melelahkan. Hal ini membuat mereka mencari cara-cara inovatif untuk menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efisien. Mereka mahir memanfaatkan teknologi, mencari jalan pintas yang cerdas (bukan curang), dan mengidentifikasi prioritas utama untuk mencapai tujuan. Bagi mereka, membuang waktu untuk tugas yang tidak penting atau rapat yang tidak efektif adalah pemborosan energi yang bisa dialokasikan untuk hal lain yang lebih berarti. Mereka juga tidak ragu untuk bertanya, mencari klarifikasi, atau bahkan menantang status quo jika merasa ada cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu. Ini bukan tanda tidak hormat, melainkan bentuk inisiatif untuk mencapai efisiensi maksimal.






