lombokprime.com – Generasi Z, sering disebut sebagai “Gen Z”, adalah kelompok demografi yang lahir antara pertengahan 1990-an dan awal 2010-an, dan kini sedang membentuk ulang dunia kerja dengan pandangan mereka yang segar dan terkadang kontroversial. Mereka bukan malas, melainkan realistis dalam menyikapi budaya gila kerja yang seolah menjadi pakem di generasi sebelumnya. Fenomena ini bukanlah bentuk penolakan terhadap kerja keras, melainkan sebuah redefinisi ulang tentang apa arti kesuksesan, keseimbangan hidup, dan tujuan hidup itu sendiri. Mari kita selami lebih dalam 13 alasan mengapa Gen Z memilih jalan yang berbeda, bukan karena enggan berusaha, melainkan karena mereka punya visi yang lebih jernih tentang hidup yang berkualitas.
Mereka Melihat Langsung Dampak Negatif Burnout
Gen Z tumbuh di era di mana informasi begitu mudah diakses. Mereka melihat orang tua, kakak, atau bahkan rekan-rekan mereka dari generasi sebelumnya yang terjebak dalam lingkaran setan burnout akibat budaya gila kerja. Banyak cerita tentang kesehatan mental yang terganggu, hubungan yang renggang, hingga kehilangan makna hidup karena terlalu fokus pada pekerjaan. Data dari survei Gallup pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 79% pekerja merasa tertekan dan hampir 40% mengalami burnout parah. Gen Z belajar dari pengalaman ini, dan mereka tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama. Mereka sadar bahwa kesehatan fisik dan mental adalah aset paling berharga, dan tidak sebanding dengan target pekerjaan yang tak berujung.
Prioritas Utama Adalah Keseimbangan Hidup (Work-Life Balance)
Bagi Gen Z, hidup bukan hanya tentang pekerjaan. Mereka sangat menjunjung tinggi konsep keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional (work-life balance). Ini bukan sekadar tren, melainkan sebuah kebutuhan fundamental. Mereka ingin punya waktu untuk hobi, keluarga, teman, pengembangan diri, dan bahkan sekadar bersantai tanpa dihantui notifikasi email kantor. Studi dari Deloitte pada tahun 2024 mengungkapkan bahwa 44% Gen Z lebih memilih pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas waktu dan lokasi, bahkan jika itu berarti gaji yang sedikit lebih rendah. Mereka memahami bahwa produktivitas terbaik muncul ketika pikiran dan tubuh berada dalam kondisi optimal, bukan ketika dipaksa untuk terus-menerus bekerja.
Kesadaran Akan Kesehatan Mental yang Tinggi
Generasi ini adalah generasi yang paling terbuka dalam membahas kesehatan mental. Mereka tidak lagi menganggap masalah kesehatan mental sebagai tabu, melainkan sebagai bagian penting dari kesejahteraan diri. Budaya gila kerja yang menuntut jam kerja tak masuk akal, tekanan tinggi, dan persaingan ketat, seringkali menjadi pemicu utama masalah kesehatan mental. Gen Z, dengan kesadaran yang tinggi ini, secara aktif mencari lingkungan kerja yang mendukung kesehatan mental mereka, bukan yang justru mengikisnya. Mereka berani mengatakan “tidak” pada tuntutan yang berpotensi merusak kondisi mental mereka, sebuah keberanian yang mungkin jarang terlihat di generasi sebelumnya.
Mencari Pekerjaan yang Punya Makna dan Tujuan
Uang bukan satu-satunya motivasi bagi Gen Z. Mereka mencari pekerjaan yang lebih dari sekadar sumber penghasilan; mereka ingin pekerjaan yang punya makna, tujuan, dan memberikan dampak positif. Mereka ingin merasa bahwa kontribusi mereka berarti, bukan hanya sekadar roda penggerak dalam mesin korporasi raksasa. Sebuah laporan dari PwC pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 76% Gen Z mencari pekerjaan yang selaras dengan nilai-nilai pribadi mereka. Jika pekerjaan tidak memenuhi kriteria ini, mereka tidak ragu untuk mencari peluang lain, bahkan jika itu berarti mengambil risiko atau mencoba jalur karier yang tidak konvensional.






