lombokprime.com – Menjadi orang tua di era millennial adalah sebuah petualangan yang unik. Di satu sisi, kita masih berpegang pada nilai dan tradisi yang diwariskan oleh generasi sebelumnya. Di sisi lain, arus informasi dan teknologi yang deras membawa tantangan baru yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dilema orang tua millennial ini nyata, dan dialami oleh banyak dari kita. Mari kita telaah lebih dalam.
Bertumbuh di Era Digital, Mendidik Generasi Alpha
Kita, para millennial, tumbuh besar bersama internet. Informasi mudah diakses, pergaulan mendunia, dan teknologi menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup. Namun, ketika kita menjadi orang tua, muncul pertanyaan: bagaimana cara membesarkan anak-anak yang lahir di era digital ini, yang sering disebut Generasi Alpha?
Generasi Alpha sejak lahir sudah akrab dengan layar sentuh, video online, dan media sosial. Mereka sangat cepat belajar teknologi, bahkan seringkali lebih cepat dari kita. Ini adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, teknologi bisa menjadi alat yang luar biasa untuk belajar dan mengembangkan diri. Di sisi lain, paparan screen time yang berlebihan dan konten yang tidak sesuai usia bisa berdampak negatif pada perkembangan mereka.
Sebagai orang tua millennial, kita dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara memberikan akses teknologi yang bermanfaat dan melindungi anak-anak dari dampak buruknya. Bagaimana kita bisa memastikan anak-anak kita tumbuh menjadi individu yang cerdas, kreatif, dan berempati di tengah gempuran informasi digital?
Nilai Tradisi di Tengah Modernitas
Di tengah arus modernitas, nilai-nilai tradisi tetap relevan. Kita mungkin dibesarkan dengan aturan dan norma tertentu yang kini terasa ketinggalan zaman. Namun, ada juga nilai-nilai luhur seperti sopan santun, gotong royong, dan menghormati orang yang lebih tua, yang masih sangat penting untuk ditanamkan pada anak-anak.
Dilema muncul ketika kita harus memilih mana tradisi yang perlu dipertahankan dan mana yang perlu disesuaikan dengan zaman. Misalnya, dalam hal pola asuh, generasi dulu mungkin cenderung otoriter dan kaku. Namun, riset modern menunjukkan bahwa pola asuh yang lebih hangat, responsif, dan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, lebih efektif dalam membangun karakter positif.
Kita perlu bijak dalam menyaring tradisi. Ambil nilai-nilai positifnya, dan modifikasi penerapannya agar sesuai dengan konteks zaman sekarang. Jangan sampai kita terjebak dalam dogma tradisi yang justru menghambat perkembangan anak.
Tekanan Ekonomi dan Karir Ganda
Tantangan ekonomi di era modern juga menjadi bagian dari dilema orang tua millennial. Biaya hidup yang terus meningkat, ditambah dengan persaingan karir yang semakin ketat, membuat banyak pasangan millennial harus bekerja ganda untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Waktu menjadi barang mewah. Kita seringkali merasa bersalah karena tidak bisa full time mendampingi anak-anak tumbuh. Belum lagi tekanan dari lingkungan sekitar yang seringkali membandingkan pola asuh kita dengan generasi sebelumnya. “Dulu ibu-ibu di rumah saja, anak-anak tetap sukses,” mungkin begitu kata mereka.
Namun, realitas zaman sudah berubah. Bekerja bukan lagi sekadar pilihan, tapi seringkali kebutuhan. Penting bagi kita untuk mencari keseimbangan antara karir dan keluarga. Menciptakan quality time yang bermakna bersama anak-anak, meskipun waktunya terbatas, jauh lebih penting daripada sekadar kuantitas waktu.
Peran Media Sosial dan Perbandingan Semu
Media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan millennial. Kita menggunakan platform ini untuk berkomunikasi, mencari informasi, bahkan mencari inspirasi dalam parenting. Namun, media sosial juga bisa menjadi sumber tekanan dan perbandingan yang tidak sehat.
Kita seringkali melihat highlight kehidupan orang lain di media sosial, termasuk potret keluarga bahagia dan anak-anak yang tampak sempurna. Ini bisa memicu perasaan insecure dan membandingkan diri sendiri dengan standar yang tidak realistis.
Penting untuk diingat bahwa apa yang kita lihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari realitas. Setiap keluarga memiliki tantangan dan dinamikanya masing-masing. Fokuslah pada keluarga sendiri, bangun komunikasi yang baik dengan pasangan, dan jangan biarkan perbandingan semu di media sosial merusak kebahagiaan kita.






