lombokprime.com – Setiap orang tua tentu menginginkan yang terbaik untuk buah hatinya, namun seringkali kita tanpa sadar mengulang kesalahan pola asuh yang sama seperti yang kita alami di masa kecil. Mungkin ada di antara kita yang merasa, “Kok saya jadi persis seperti orang tua saya dulu ya?” atau “Saya tidak mau anak saya merasakan hal yang sama seperti yang saya rasakan.” Perasaan ini wajar, dan justru menjadi pintu gerbang untuk melakukan perubahan positif. Mari kita selami lebih dalam mengapa kesalahan pola asuh ini bisa berulang dan bagaimana kita bisa memutus rantai tersebut untuk generasi mendatang.
Mengapa Kesalahan Pola Asuh Sulit Dihindari?
Pernahkah kamu berpikir, kenapa ya rasanya sulit sekali untuk tidak mengulang pola yang sudah kita kenal? Ada beberapa alasan di balik fenomena ini, dan memahami akar masalahnya adalah langkah pertama untuk menemukan solusi.
Warisan Tanpa Sadar: Pengaruh Masa Lalu dalam Pola Asuh Kita
Kita tumbuh besar dengan melihat bagaimana orang tua kita berinteraksi, menyelesaikan masalah, menunjukkan kasih sayang, atau bahkan mengungkapkan rasa frustrasi. Pola-pola ini, baik disadari maupun tidak, tertanam dalam diri kita. Mereka menjadi “cetak biru” awal tentang bagaimana seharusnya sebuah keluarga berinteraksi. Ketika kita menjadi orang tua, di bawah tekanan dan stres, cenderung kita akan kembali ke pola yang paling akrab, yaitu pola yang kita saksikan dan alami sendiri. Ini bukan berarti orang tua kita buruk, melainkan bahwa kita seringkali meniru apa yang kita tahu, bahkan jika itu bukan yang terbaik.
Lingkaran Stres dan Reaktivitas: Saat Emosi Menguasai Logika
Menjadi orang tua itu melelahkan, baik secara fisik maupun mental. Ada tuntutan pekerjaan, keuangan, hubungan, ditambah lagi dengan kebutuhan anak-anak yang tak ada habisnya. Dalam kondisi stres, otak kita cenderung beralih ke mode “bertahan hidup”, di mana respons instan dan reaktif lebih mendominasi daripada pemikiran rasional dan tenang. Ini adalah momen ketika kita mungkin mengucapkan kata-kata yang kita sesali, atau melakukan tindakan yang sebenarnya tidak kita inginkan. Pola asuh yang reaktif ini seringkali menjadi cerminan dari pola yang mungkin kita alami ketika orang tua kita sendiri sedang stres.
Kurangnya Pengetahuan dan Sumber Daya: Belajar dari Pengalaman Tanpa Panduan
Tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua yang sempurna. Sebagian besar dari kita belajar sambil jalan, mencoba yang terbaik yang kita bisa. Namun, jika kita tidak secara aktif mencari informasi, belajar dari sumber terpercaya, atau berdiskusi dengan orang lain, kita cenderung mengandalkan intuisi atau pengalaman masa lalu yang mungkin tidak selalu relevan atau sehat. Kesalahan seringkali terjadi karena kita belum memiliki “alat” yang tepat dalam kotak perkakas pengasuhan kita.
Memutus Rantai: Langkah Konkret Menghindari Kesalahan Pola Asuh Berulang
Kabar baiknya, kesadaran adalah awal dari perubahan. Begitu kita menyadari pola-pola yang ingin kita hindari, kita bisa mulai mengambil langkah-langkah konkret untuk memutus rantai tersebut. Ini memang membutuhkan waktu, usaha, dan kesabaran, tapi hasilnya akan sangat berharga bagi anak-anak kita.
Introspeksi Diri: Mengenali Diri Sendiri Sebelum Mengenali Anak
Langkah pertama adalah berani jujur pada diri sendiri. Apa saja pola asuh dari masa kecilmu yang ingin kamu hindari? Apakah itu terlalu banyak kritik, kurangnya ekspresi kasih sayang, tuntutan yang terlalu tinggi, atau mungkin kurangnya komunikasi terbuka? Cobalah untuk menuliskan hal-hal ini. Memahami pemicu emosimu sendiri juga penting. Kapan kamu merasa paling mudah kehilangan kesabaran? Dengan mengenali pemicu ini, kamu bisa mempersiapkan diri dan mencari strategi yang lebih sehat saat menghadapi situasi yang memicu emosi negatif. Ingat, kamu tidak sendirian dalam perjalanan ini. Banyak orang tua merasakan hal yang sama.






